Tahapan rehabilitasi mangrove

1. PENDAHULUAN
Kata mangrove berarti tumbuhan dan komunitasnya yang tumbuh di daerah pasang surut. Daerah pasang surut merupakan daerah yang mendapatkan pengaruh pasang surut dan terletak di sepanjang garis pantai, termasuk tepi laut, muara sungai, laguna dan tepi sungai. Beberapa ahli mendefinisikan istilah mangrove secara berbeda-beda, namun pada dasarnya merujuk pada hal yang sama. Tomlinson (1986) dan Wightman (1989) mendefinisikan mangrove baik sebagai tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut maupun sebagai komunitas. Mangrove juga didefinisikan sebagai formasi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah tropis dan sub-tropis yang terlindung (Saenger, 1983).

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang surut dan pantai berlumpur. Hutan mangrove banyak ditemui di pantai, teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung. Ekosistem mangrove di Indonesia memiliki keragaman hayati yang tertinggi di dunia dengan jumlah total kurang lebih 89 spesies yang terdiri dari 35 spesies tanaman, 9 spesies perdu, 9 spesies liana, 29 spesies epifit dan 2 spesies parasit (Nontji, 1987).

Batasan hutan mangrove menurut Samingan (1980) adalah hutan yang terutama tumbuh pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Selanjutnya, komposisi jenis tumbuhan penyusun ekosistem ditentukan oleh beberapa faktor lingkungan, terutama jenis tanah, genangan pasang surut dan salinitas (Bengen 2001).

Pada wilayah pesisir yang terbuka, jenis pohon yang dominan dan merupakan pohon perintis umumnya adalah Avicennia spp (Api-api) dan Sonneratia spp (Pidada). Api-api lebih senang hidup pada tanah berpasir agak keras, sedangkan Pidada pada tanah yang berlumpur lembut. Pada daerah yang terlindung dari hempasan ombak, komunitas mangrove biasanya didominasi oleh Rhizophora spp (Bakau). Lebih ke arah daratan (hulu), pada tanah lempung yang agak pejal, biasanya tumbuh komunitas Bruguiera spp (Tanjang).

Nypa fruticans (Nipah) merupakan sejenis palma dan merupakan komponen penyusun ekosistem mangrove, yang seringkali tumbuh di tepian sungai lebih ke hulu, dan mendapatkan pengaruh aliran air tawar yang dominan. Komunitas Nipah tumbuh secara optimal di kiri-kanan sungai-sungai besar di Sumatera, Kalimantan dan Irian Jaya.

2. KOMPONEN MANGROVE

Selanjutnya, mangrove terdiri dari berbagai famili tumbuhan yang beradaptasi pada lingkungan tertentu. Tomlinson (1986) membagi spesies mangrove kedalam 3 komponen yaitu komponen utama, komponen tambahan, dan asosiasi mangrove.

1. Komponen Utama
Tumbuhan yang membentuk spesialisasi morfologi seperti akar udara dan mekanisme fisiologi khusus lainnya, untuk mengeluarkan garam agar dapat beradaptasi terhadap lingkungan mangrove. Kelompok ini hanya terdapat di hutan mangrove dan membentuk tegakan murni, dan tidak pernah bergabung dengan elompok tumbuhan darat.

2. Komponen Tambahan

Kelompok ini bukan merupakan bagian yang penting dari mangrove, biasanya terdapat pada daerah tepi dan jarang sekali membentuk tegakan murni.

3. Asosiasi Mangrove
Kelompok ini tidak pernah tumbuh di dalam komunitas mangrove sejati dan biasanya tumbuh bersama tumbuhan darat.

3. ZONASI MANGROVE
Secara sederhana, mangrove umumnya tumbuh pada 4 zona, yaitu pada zona terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar Tomlinson (1986).

1. Mangrove Terbuka

Mangrove berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Zona ini didominasi oleh Sonneratia alba yang tumbuh pada areal yang benar-benar dipengaruhi oleh air laut.

2. Mangrove Tengah
Mangrove di zona ini terletak di belakang mangrove zona terbuka. Zona ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora spp.

3. Mangrove Payau
Mangrove berada di sepanjang sungai berair payau hingga tawar. Zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa.

4. Mangrove Daratan
Mangrove berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove yang sebenarnya. Jenis yang umum mendominasi di zona ini ialah Lumnitzera racemosa, Pandanus spp. Zona ini memiliki keanekaragaman jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya.

4. KARAKTERISTIK MORFOLOGI DAN FISIOLOGI TUMBUHAN MANGROVE
1. Sistem Perakaran
Daerah yang menjadi tempat tumbuh mangrove menjadi anaerob ketika digenangi air. Beberapa spesies mangrove mengembangkan sistem perakaran khusus yang dikenal sebagai akar udara, yang sangat cocok untuk kondisi tanah yang anaerob.

Akar udara ini dapat berupa akar tunjang, akar napas, akar lutut dan akan papan. Akar napas dan akar tunjang yang muda berisi zat hijau daun (klorofil) di bawah lapisan kulit akar, dan mampu berfotosintesis. Akar udara memiliki fungsi untuk pertukaran gas dan menyimpan udara selama akar terendam.

2. Buah
Semua spesies mangrove menghasilkan buah yang biasanya disebarkan oleh air. Buah yang dihasilkan oleh spesies mangrove memiliki bentuk silindris, bola, kacang dan lain-lain. Buah-buah tersebut ada yang bersifat vivipari, kriptovivipari, dan bersifat normal.

3. Kelenjar Garam
Beberapa spesies mangrove dapat menyesuaikan diri terhadap kadar garam yang tinggi, yaitu antara lain dengan cara membentuk kelenjar garam. Ada juga yang melakukan pengaturan keseimbangan kadar garam dengan cara menggugurkan daun tua yang berisi akumulasi garam atau dengan cara melakukan tekanan osmosis pada akar.

Parameter lingkungan utama yang menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan mangrove adalah:
1.Pasokan air tawar dan salinitas
2.Stabilitas substrat
3.Pasokan nutrien

Secara biologi, yang menyangkut rantai makanan, ekosistem mangrove merupakan produsen primer melalui serasah yang dihasilkan. Serasah hutan mangrove, setelah melalui dekomposisi oleh sejumlah mikroorganisme, menghasilkan detritus dan berbagai jenis fitoplankton yang akan dimanfaatkan oleh konsumen primer yang terdiri dari zooplankton, ikan, udang, dan kepiting, sampai akhirnya dimangsa oleh manusia sebagai konsumen utama.

Vegetasi hutan mangrove juga merupakan pendaur ulang hara tanah yang diperlukan bagi tanaman. Hasil penelitian di Florida Amerika, menunjukkan bahwa 90% kotoran hutan mangrove mampu menghasilkan 35-60% unsur hara yang terlarut di pantai. Daun Bakau (Rhizophora spp), pada awal pembusukannya mengandung kadar protein 3,1%. Setelah satu tahun, bias meningkat menjadi 21%. Kadar N daun keringnya adalah sekitar 0,55% dan diperkirakan setelah satu tahun menghasilkan sekitar 47 kg N, sehingga dalam 1 Ha lahan hutan mangrove, serasahnya dapat mencapai 7,1-8,8 ton per tahun (Anonim, http://tumoutou.net).

5. KERUSAKAN MANGROVE
Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas tumbuhan pesisir yang memiliki manfaat sangat besar, antara lain sebagai daerah pemijahan jenis ikan tertentu, daerah asuhan ikan-ikan ekonomis, penyedia nutrien dan zat hara serta fungsi fisik seperti menjaga daerah pesisir dari abrasi.

Namun demikian, karena sebagian besar ekosistem mangrove telah ditebang untuk area pertambakan dan keperluan lainnya, maka secara umum, kondisi mangrove di Indonesia khususnya di Pantai Utara Jawa sudah dalam tingkatan yang sangat mengkhawatirkan. Kerusakan–kerusakan yang terjadi di mangrove pada dasarnya disebabkan ketidakpedulian sebagian masyarakat akan pentingnya ekosistem mangrove yang merupakan sumberdaya daerah pesisir.

Pada umumnya, sebagian masyarakat yang tidak bertanggungjawab, lebih mementingkan keuntungan sesaat tanpa memikirkan kelangsungan kelestarian alam. Selain itu, kerusakan pesisir adalah juga dampak dari pembangunan industri di pantai. Reklamasi pantai yang belum terpadu secara menyeluruh, mengakibatkan hilangnya areal tambak dan hutan mangrove. Hal ini mengakibatkan produksi ikan menipis karena berkurangnya benih ikan.

6. USAHA REHABILITASI MANGROVE

Beberapa pekerjaan yang bisa dilakukan untuk merehabilitasi ekosistem mangrove, merupakan Pekerjaan Pemulihan Kualitas Lingkungan Mangrove (PPKLM) yang meliputi beberapa tahap pekerjaan seperti (1) persiapan dan pra survei; (2) pekerjaan survei; (3) penyuluhan konservasi; (4) konservasi; (5) pemeliharaan dan monitoring (lihat foto KeSEMaTERS di atas).

6.1. PERSIAPAN DAN PRA SURVEI
Pekerjaan persiapan meliputi penyiapan peralatan dan penyusunan jadwal pekerjaan.

6.1.2. Penyiapan Peralatan

Peralatan yang diperlukan dalam pekerjaan konservasi penanaman mangrove yaitu peta lokasi, peralatan teknis penanaman (ajir, tali rafia, refraktometer, perahu dan ember). Bahan dari pekerjaan ini adalah bibit mangrove yang terdiri dari berbagai jenis yang telah ditentukan seperti Rhizophora mucronata, R. apiculata, Bruguiera gymnorrhiza dan lain-lain. Semuanya harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga bisa memperlancar jalannya pekerjaan konservasi dan pemulihan kualitas lingkungan.

6.1.3. Pekerjaan Penyusunan Jadwal Pekerjaan

Penyusunan jadwal pekerjaan kerja survei lokasi penanaman ditentukan sesuai dengan tabel pasang surut, karena pelaksanaan survei tergantung pada kondisi pasang surut. Pekerjaan ini biasanya disusun oleh rekanan yang bekerjasama dengan tenaga lapangan yang ditunjuk. Hal-hal penting yang harus diperhatikan pada saat observasi adalah (1) observasi tentang berbagai kondisi tanah dan lahan hanya dapat dilakukan pada saat surut; (2) untuk observasi ketinggian pasang purnama, harus datang ke lokasi penanaman sebelum air pasang datang.

Sebelum menyusun jadwal pekerjaan, koordinator lapangan, tenaga kelautan dan perikanan, dan tenaga perawat tanaman, beberapa kali dianjurkan untuk meninjau lokasi pekerjaan konservasi, untuk mencocokkan tabel pasang surut dengan kondisi lapangan yang sebenarnya. Setelah terjadi kecocokan antara keduanya, barulah penyusunan jadwal pekerjaan dilakukan.

6.2. PEKERJAAN SURVEI
6.2.1. Seleksi dan Penanganan Bibit Mangrove

Pekerjaan seleksi dan penanganan bibit mangrove dilakukan untuk memastikan kondisi bibit dan pembelian bibit. Bibit mangrove diambil dan dibeli dari kebun bibit mangrove yang berkualitas dan telah tersertifikasi. Bibit yang diambil adalah yang sehat, segar, bebas dari hama dan penyakit. Beberapa jenis bibit yang bisa digunakan adalah Rhizophora mucronata, R. apiculata dan Bruguiera gymnorriza. Alasan pemilihan Rhizophora mucronata, R. apiculata adalah karakter akarnya yang kuat sehingga mampu meredam gelombang laut sebagai penyebab abrasi. Sedangkan pemilihan jenis B. gymnorrhiza, untuk ditanam di lokasi penanaman yang berada di daerah daratan (hulu).

6.2.2. Pengadaan Media Semai.

Seminggu sebelum dibawa ke lokasi penanaman, naungan bibit mangrove sebagai pelindung dari sinar matahari secara langsung mulai dibuka. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada bibit-bibit mangrove untuk dapat beradaptasi dengan baik sehingga pada saat ditanam bisa cepat beradaptasi dengan lingkungannya yang baru.

6.2.3. Survei Kondisi Sosial Ekonomi
Survei kondisi sosial ekonomi di sekitar lokasi penanaman juga dilakukan untuk mengetahui, sekaligus memperoleh informasi tentang kepemilikan lahan atau rencana tata guna lahan dari instansi terkait, kelurahan atau ketua kelompok tani. Pekerjaan survei ini dilakukan dengan melakukan penegasan apakah lokasi penanaman yang ada, sama dengan lokasi yang direncanakan. Survei dilakukan dengan cara menemui dan berdiskusi dengan Kepala Desa setempat.

Penjelasan mengenai rencana penanaman mangrove, harus dijelaskan dan disosialisasikan kepada Kepala Desa dan masyarakat sekitarnya. Sosialisasi dan undangan mengenai jadwal pekerjaan penanaman mangrove juga dilakukan jauh-jauh hari, di sekolah-sekolah sekitar tapak. Hal ini dilakukan agar undangan penanaman mangrove yang diberikan tidak mengganggu kegiatan mereka. Dengan demikian, pada saat penanaman, mereka bisa mengikuti keseluruhan jalannya acara dengan baik.

Pengumpulan berbagai informasi penting lainnya seperti kondisi alur/jalan air dan jalan darat dan kerjasama tenaga kerja terutama penyewaan perahu dengan kelompok nelayan, juga dilakukan. Hal ini untuk mempermudah jalannya pekerjaan konservasi.

6.2.4. Survei Tanda Batas
Survei tanda batas dilakukan untuk mengetahui lokasi batas-batas penanaman yang jelas sehingga di kemudian hari tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, yang bisa mengakibatkan pada kegagalan pekerjaan konservasi penanaman mangrove.

Ketidakjelasan tanda batas bisa ditanyakan kepada kelurahan dan kelompok masyarakat setempat. Survei tanda batas dilakukan beberapa kali, dengan cara mendatangi langsung kelurahan dan kecamatan serta wawancara dengan warga sekitar tapak.

Hasil yang didapatkan pada survei tanda batas ini sangat membantu dalam penentuan lokasi penanaman. Sebuah contoh, adanya fakta bahwa pengerukan sungai dilakukan di daerah hulu sungai, bisa dijadikan acuan untuk memindahkan lokasi penanaman sehingga penanaman bisa dialihkan di bantaran sungai namun agak mengarah ke muara sampai dengan laut.

Selain itu, informasi dari warga sekitar tentang kepemilikan tanah tambak tidak produktif milik pihak ketiga, juga bisa dijadikan acuan agar pekerjaan penanaman tidak dilakukan di sekitar tambak, karena beberapa tahun ke depan, lahan tersebut akan segera berpindah tangan untuk direklamasi dan dialihfungsikan menjadi sebuah kawasan industri.

6.2.5. Survei Tinggi Permukaan Tanah
Adanya perbedaan tinggi permukaan tanah berarti bahwa ada pula perbedaan frekuensi dan durasi penggenangan air laut yang akan mempengaruhi lapisan tanah dan kondisi salinitas atau akumulasi garam dalam tanah. Sehingga perbedaan tinggi permukaan tanah berpengaruh besar pada keberhasilan dan pertumbuhan tanaman.

Survei tinggi permukaan tanah diadakan untuk mengetahui tinggi permukaan tanah lokasi penanaman sebelum penanaman dilakukan dan kemudian menetapkan jenis mangrove yang sesuai untuk lokasi penanaman tersebut.

6.2.6. Survei Salinitas
Salinitas merupakan salah satu faktor penting yang sangat mempengaruhi pertumbuhan mangrove. Salinitas diukur dengan menggunakan refraktometer. Pada saat mengestimasi salinitas, dilakukan pertimbangan faktor-faktor seperti suplai air tawar, lokasi sungai, tinggi permukaan tanah, akumulasi garam karena penyinaran matahari secara langsung atau durasi penyinarannya.

6.2.7. Survei Pemeriksaan Tanah dan Vegetasi Lain.
Pekerjaan survei tanah dan vegetasi dilakukan untuk melakukan pengamatan secara visual mengenai sedimen/tanah di lokasi penanaman mangrove. Beberapa spesies mangrove hanya akan tumbuh maksimal pada substrat yang sesuai. Hasil dari survei akan dijadikan rekomendasi untuk menentukan spesies mangrove apa yang akan ditanam di lokasi penanaman. Selanjutnya, juga dilakukan survei terhadap jenis-jenis vegetasi tanaman lain yang berada di sekitar lokasi penanaman untuk mengetahui karakternya, sehingga bisa ditanggulangi apabila teradi kendala pada saat penanaman.

6.3. PENYULUHAN KONSERVASI
Penyuluhan konservasi mangrove, dilakukan dengan mengikutsertakan mahasiswa, masyarakat, karang taruna dan perangkat desa setempat. Keikutsertaan mereka, akan memberikan dampak positif secara langsung sehingga bisa terus menerus terlibat dalam pemeliharaan mangrove secara berkelanjutan.

Penyuluhan mengenai metode/tata cara pembibitan dan penanaman mangrove diberikan kepada masyarakat sehingga mereka mendapatkan pengetahuan berharga tentang pengelolaan ekosistem mangrove di daerah mereka. Pekerjaan penyuluhan konservasi diadakan dalam format sambung rasa dengan mendatangkan ketua kelompok nelayan, perangkat desa dan karang taruna setempat.

Sebelum melakukan tahap selanjutnya, maka penyuluhan dan sosialisasi mengenai ekosistem mangrove ini sangatlah penting dilakukan, untuk mengajak partisipasi masyarakat di sekitar lokasi dalam usaha rehabilitasi mangrove yang kita lakukan. Penyuluhan bisa mengajak partisipasi masyarakat sekitar, pelajar dan mahasiswa yang dilakukan di balai desa, gedung sekolah atau gedung pertemuan setempat.

Setiap peserta penyuluhan konservasi, diberikan beberapa buah fasilitas seperti brosur ajakan untuk mengenal mangrove, kaos, stiker dan buku tentang resep panganan dari tumbuhan mangrove dan pendayagunaan ekosistem mangrove.

6.4. KONSERVASI
6.4.1. Penyiapan Buah (Propagul)
Propagul mangrove diusahakan berasal dari lokasi setempat atau lokasi terdekat. Buah dapat diperoleh dengan cara mengambil buah-buah yang telah jatuh atau memetik langsung dari pohonnya. Sebaiknya, pengumpulan buah dilakukan secara berulang dengan interval waktu tertentu. Pada saat memetik buah secara langsung dari pohon induknya harus dilakukan secara berhati-hati, jangan sampai bunga dan buah yang belum matang berjatuhan.

Untuk memperoleh buah yang baik, dapat dilakukan antara bulan September sampai dengan Maret. Seleksi buah tergantung pada karakteristik jenisnya. Namun biasanya, buah dipilih berasal dari buah yang matang, sehat, segar dan bebas dari hama. Ciri kematangan dapat dilihat dari warna kotiledon, warna hipokotil, berat buah atau ciri lainnya. Sebelum digunakan untuk pembibitan, buah dapat disimpan sementara waktu. Buah dimasukkan dalam ember atau bak yang berisi air penuh, dengan posisi tegak, dan diletakkan di tempat yang terlindung dari sinar matahari. Lama penyimpanan maksimal adalah 10 hari.

6.4.2. Pembuatan Herbarium
Untuk memperkenalkan dan memasyarakatkan mangrove, kiranya tak cukup hanya dengan mengadakan seminar, workshop, pelatihan, penyuluhan, pembuatan bedeng persemaian, pembibitan, penanaman dan pemeliharaan, belaka. Lebih dari itu, pembuatan herbarium, yaitu tampilan jenis-jenis mangrove, agaknya juga perlu dilakukan. Tujuan dari pembuatan herbarium ini adalah untuk mempermudah kita dalam memperkenalkan spesies mangrove kepada masyarakat. Hasil dari herbarium ini bisa ditempel di dinding dan atau disimpan ke dalam lemari tertutup dalam bentuk kering. Cara pembuatannya sangat mudah, apabila Anda ingin juga membuatnya, berikut ini adalah petunjuk praktis dari KeSEMaT, untuk Anda.

1. Bahan
– Berbagai jenis mangrove (komponen utama, tambahan dan asosiasi)
– Buku Identifikasi Mangrove (Kitamura, 1997 atau Noor, 1999)

2. Alat
– Gunting/cutter
– Kardus
– Selotip transparan
– Kamera
– Kertas/Label nama
– Alat tulis

3. Cara pembuatan
– Kumpulkan berbagai jenis mangrove dan pisahkan menurut jenisnya (komponen utama, tambahan dan asosiasi)
– Potong kardus dengan gunting atau cutter dengan panjang 50 cm dan lebar 40 cm
– Letakkan satu persatu jenis mangrove ke kardus
– Susun dan atur dengan rapi masing-masing jenis mangrove dan lekatkan dengan selotip (lihat gambar di atas)
– Potong beberapa daun, bunga dan buah yang sekiranya tak perlu ditampilkan
– Setiap satu kardus herbarium usahakan terdiri atas daun, bunga dan buah
– Atur serapi dan sedetail mungkin. Untuk daun, lekatkan sisi depan dan sisi belakang
– Setelah semua bagian tersusun rapi, lekatkan dan pipihkan keseluruhan bagian jenis dengan selotip
– Lekatkan label nama yang sudah ditulis nama masing-masing jenis mangrove, di setiap jenis herbarium
– Foto setiap jenis herbarium untuk keperluan dokumentasi
– Simpan hasil herbarium ke dalam lemari tertutup dalam bentuk kering dengan menyusunnya tumpang susun
– Kini, herbarium mangrove Anda siap untuk ditampilkan ke masyarakat. Selamat mencoba!

6.4.3. Pembuatan bedeng persemaian
1. Pemilihan tempat
Tempat yang akan digunakan untuk persemaian bibit dipilih lahan yang lapang dan datar. Jaraknya dengan lokasi tanam diusahakan sedekat mungkin, supaya lebih efektif dalam pengangkutan bibitnya. Lahan yang digunakan untuk pembibitan harus terendam saat air pasang dengan frekuensi lebih kurang 20-40 kali/bulan, sehingga tidak memerlukan penyiraman.

2. Pembuatan bedeng persemaian

Bedeng dibuat dari bambu yang kuat. Ukuran bedeng disesuaikan dengan kebutuhan. Umumnya berukuran 1×5 m atau 1×10 m dengan tinggi 1,5–2 m. Bedeng diberi naungan ringan dari daun nipah, kelapa, ijuk, rumbia, alang-alang atau sejenisnya. Media (dasar) bedeng adalah tanah lumpur di daerah sekitarnya. Di atas media (dasar) dilapisi plastik yang tebal untuk mencegah agar akar tidak menembus ke dalam tanah. Bila dibuat lebih dari 1 bedeng, bedeng satu dengan bedeng lainnya diberi jarak setengah meter, yang digunakan sebagai jalan kerja. Untuk mempermudah jalan, di sekitar bedeng dibuat jembatan. Bedeng berukuran 1×5 m dapat menampung bibit dalam polibek ukuran 10×50 cm atau dalam botol air minuman bekas (500 ml) sebanyak 1200 bibit, atau sebanyak 2250 unit untuk bedeng berukuran 1×10 m.

6.4.4. Pembibitan
Membibitkan mangrove sangatlah mudah. Dengan sedikit ketelatenan dan kesabaran, kalau berhasil tumbuh, kita telah sangat berjasa memberikan hak hidup dan menyelamatkan ekosistem ini dari kepunahannya di masa depan. Berikut ini adalah petunjuk praktis dari KeSEMaT, bagi Anda yang ingin memulai melakukan pembibitan mangrove. Beberapa keterangan dalam artikel ini, diambil juga dari buku Manual Silvikultur Mangrove yang ditulis oleh Taniguchi, dkk (1999).

Secara umum, penanaman mangrove dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara menanam langsung buah mangrove (propagul) ke areal penanaman dan melalui persemaian bibit. Penanaman secara langsung tingkat kelulushidupannya rendah (sekitar 20-30 %). Hal ini karena pengaruh arus laut pada saat pasang dan pengaruh predator. Sedangkan dengan cara persemaian dan pembibitan, tingkat kelulushidupannya relatif tinggi (sekitar 60-80%). Berikut ini diterangkan mengenai bagaimana tata cara pembibitan beberapa jenis mangrove.

a.Rhizophora spp
Buah yang digunakan untuk pembibitan, sebaiknya dipilih dari pohon mangrove yang berusia diatas 10 tahun. Buah yang baik, dicirikan oleh hampir lepasnya hipokotil dari buahnya. Buah yang sudah matang dari Rhizophora spp, dicirikan dengan warna buah hijau tua atau kecoklatan, dengan kotiledon (cincin) berwarna kuning atau merah.

Media yang digunakan untuk pembibitan adalah sedimen dari tanggul bekas tambak atau sedimen yang sesuai dengan karakteristik pohon induknya. Media dibiarkan selama kurang lebih 24 jam agar tidak terlalu lembek. Media tanam yang sudah disediakan, dimasukkan ke dalam kantong plastik hitam (polibek) berukuran lebar 12 cm dan tinggi 20 cm, yang telah diberi lubang keci-kecil kurang lebih 10 buah.

Buah disemaikan masing-masing 1 buah dalam setiap polibag. Buah ditancapkan kurang lebih sepertiga dari total panjangnya (± 7 cm). Setiap 6-10 benih, diikat menjadi satu agar tidak mudah rebah. Ikatan dibuka setelah daun pertama keluar. Daun pertama akan keluar setelah 1 bulan, daun ketiga akan keluar setelah 3 bulan.

b.Bruguiera spp
Buah dipilih dari pohon yang berumur antara 5-10 tahun. Buah dipilih yang sudah matang dicirikan oleh hampir lepasnya batang buah dari bonggolnya dan warna hipokotil merah kecoklatan atau hijau kemerahan.

Buah yang terkumpul tidak perlu dicuci dengan air tapi cukup dibersihkan dengan lap dan dipilih buah yang seagar, sehat, bebas hama dan penyakit, belum berakar dan panjang hipokotilnya 10-20 cm. Kelopak buah jangan dicabut atau dilepaskan dengan paksa karena dapat merusak buah. Media yang digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizophora spp.

Semua pekerjaan selalu dilakukan di bawah naungan (tidak mendapat sinar matahari secara langsung), supaya buah tidak kering. Sebelum penyemaian, polibek dibiarkan tergenang oleh pasang. Penyemaian dilakukan pada awal pasang purnama, dimana penggenangannya dapat mencapai hipokotil benih. Penyemaian Bruguiera spp seperti pada Rhizophora spp, tetapi tidak usah diikat.

c.Ceriops spp
Ciri kematangan buah adalah kotiledon berwarna kuning dengan panjang kotiledon 1 cm atau lebih dan hipokotil berwarna hijau kecoklatan. Buah yang terkumpul dicuci bersih dan buahnya dilepas. Kemudian, dipilih benih yang panjang hipokotilnya 20 cm atau lebih. Penyiapan media untuk Ceriops spp sama dengan penyiapan media semai Rhizophora spp. Penyemaian benih Ceriops spp sama dengan Bruguiera spp.

d.Excoecaria spp
Warna buah dari Excoecaria spp yang telah matang adalah kuning kecoklatan. Buah berbentuk bulat kecil-kecil dan akan jatuh setelah matang. Biji dipilih yang padat dan mempunyai diameter 3 mm atau lebih. Media yang digunakan untuk pembibitan sama dengan Rhizopora spp.

Excocaria spp pembibitannya tidak langsung dilakukan pada polibek. Biji dari Excoecaria spp ditebar di parit yang berisi media dan terlindung dari cahaya matahari secara langsung. Parit dibuat di darat untuk menghindari biji terbawa arus. Setelah daun Excoecaria spp tumbuh 3-5 buah, bibit bisa dicabut dan dipindahkan ke polibek. Setiap satu polibek ditanami satu bibit.

e.Avicennia spp
Ciri kematangan buah adalah warna kulit buah kekuningan, dan kadang kulit buah sedikit terbuka. Buah yang sudah matang mudah terlepas dari kelopaknya. Buah dilepas dari kelopaknya dan dipilih benih yang bebas hama dan beratnya 1,5 gram atau lebih. Setelah kelopak dilepas, buah direndam dalam air selama satu hari agar terkelupas kulitnya. Buah yang belum terkelupas kulitnya, dapat dikupas dengan tangan. Kemudian, buah dipindahkan ke dalam ember berisi air payau yang bersih. Penyiapan media semai Avicennia spp tidak berbeda dengan Rhizophora spp. Polibek disiram hingga cukup basah, barulah dilakukan persemaian. Benih disemaikan masing-masing satu buah dalam satu polibek, dengan cara ditancapkan kurang lebih sepertiga panjang benih ke dalam tanah/media.

6.4.5. Tahap Pekerjaan Konservasi
Pekerjaan konservasi bisa dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu persiapan tapak, pengangkutan bibit, pendistribusian bibit dan penanaman.

1. Pemeliharaan Jenis pada Setiap Tapak
Sebelum kita menyurvei lahan dan mengetahui karakteristik dari substratnya, kita tidak dapat menentukan mangrove apa yang cocok untuk ditanam di lokasi tersebut. Karena berbeda spesiesnya maka akan berbeda pula tingkat adaptasinya terhadap lingkungan.

Rhizophora spp dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang berlumpur dan dapat mentoleransi tanah lumpur berpasir, di pantai yang agak berombak dengan frekuensi genangan 20-40 kali/bulan. Rhizophora stylosa dapat ditanam pada lokasi bersubstrat (tanah) pasir berkoral. Avicennia spp lebih cocok ditanam pada substrat (tanah) pasir berlumpur terutama di bagian terdepan pantai dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan. Bruguiera spp dapat tumbuh dengan baik pada substrat (tanah) yang lebih keras yang terletak ke arah darat dari garis pantai dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan. Ceriops spp dapat tumbuh baik pada substrat pasir berkoral dengan frekuensi genangan 30-40 kali/bulan. Excoecaria spp tumbuh dengan baik pada substrat tanah lumpur berpasir. Frekuensi genangan air yang baik 20-40 kali/bulan namun dapat mentolerir dibawah genangan frekuensi 20 kali/bulan bahkan tanpa genangan.

2. Persiapan Tapak

Sebelum dilakukan penanaman, lokasi penanaman telah disiapkan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada saat penanaman. Beberapa pekerjaan yang telah dilakukan adalah pembersihan lokasi penanaman dari vegetasi tumbuhan pengganggu dan pekerjaan penancapan ajir (potongan bambu dengan panjang 1 m yang diikatkan dengan bibit mangrove menggunakan tali rafia). Khusus untuk penancapan ajir, hal ini sengaja dilakukan dengan tujuan mempermudah dan mempercepat waktu penanaman.

Lokasi penanaman mangrove dapat dilakukan di kawasan hutan lindung, hutan produksi dan kawasan budidaya. Mangrove dapat juga ditanam di daerah pantai dengan lebar sebesar 120 kali rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan rendah yang diukur dari garis air surut terendah ke arah pantai. Bila mangrove akan ditanam di tepian sungai, maka bisa ditanam di areal yang memiliki lebar 50 m ke arah kiri dan kanan tepian sungai, yang masih terpengaruh air laut. Mangrove dapat juga ditanam di tanggul, pelataran dan pinggiran saluran air tambak.

Lahan yang digunakan untuk meananm mangrove harus bersih dari rumput liar. Sebelum mangrove ditanam dibuat terlebih dahulu jalur tanam. Jalur tanam dapat dibuat dengan menggunakan tali rafia dengan dibuat simpul-simpul, jarak simpul satu dengan yang lainnya adalah satu meter. Pada setiap simpul dipasang ajir-ajir dengan menggunakan patok dari bambu yang panjangnya 75 cm dan berdiameter ± 1 cm. Ajir ditancapkan ke lahan dengan tegak sedalam ± 50 cm. Pemasangan ajir ini bertujuan untuk: (1) mempermudah mengetahui tempat bibit akan ditanam, (2) tanda adanya tanaman baru, (3) menyeragamkan jarak dan (4) membuat bibit mangrove tegak dan tidak mudah rebah bila sedang terjadi air pasang. Untuk mempermudah pekerjaan, baik pada saat persiapan lahan, penanaman maupun perawatan pada lahan dibuat jalan atau jembatan yang mengitari lahan selebar satu meter.

3. Pengangkutan dan Pendistribusian Bibit
Bibit diambil dari kebun bibit dan diangkut dengan menggunakan armada truk menuju ke sekitar lokasi penanaman. Selanjutnya, bibit mangrove disimpan, diletakkan dan diatur sedemikian rupa sehingga bisa tersusun secara rapi, di lokasi yang terlindung dari sinar matahari secara langsung. Kemudian, bibit mangrove mulai didistribusikan ke lokasi penanaman.

Apabila lokasi tapak berada di antara sungai, bibit bisa didistribusikan ke lokasi penanaman dengan menggunakan armada perahu. Setelah semua bibit terdistribusikan dengan baik di lokasi penanaman, pekerjaan selanjutnya adalah penancapan ajir.

4. Penancapan Ajir
Kegiatan penancapan ajir dilakukan dengan dua tujuan yaitu: (1) sebagai penanda lokasi penanaman bibit mangrove sehingga akan mempermudah peserta dalam melakukan penanaman; (2) penggunaan ajir juga berfungsi agar bibit-bibit mangrove yang ditanam bisa berjajar secara rapi sehingga mempermudah dalam penghitungan kelulushidupan pada saat pekerjaan pemeliharaan dan monitoring; (3) ajir berguna menjaga bibit mangrove tidak roboh pada saat terjadi air pasang.

5. Penanaman
Pada tahap penanaman, spesies mangrove dikelompokkan berdasarkan spesiesnya. Bibit mangrove ditanam di lokasi penanaman dengan teknik penanaman mangrove menggunakan ajir. Penggunaan ajir berguna untuk menjaga bibit mangrove tidak tumbang ketika terkena ombak. Jarak tanam adalah ± 1 m x 1 m. Penanaman mangrove diatur sedemikian rupa sehingga ketiga jenis mangrove tidak tercampur supaya tidak merubah sifat alami mangrove yaitu membentuk tegakan murni.

Untuk mendidik masyarakat, dianjurkan untuk mengikutsertakan masyarakat sekitar tapak dengan cara melibatkan mereka secara langsung mereka pada saat penanaman. Dengan demikian, diharapkan muncul rasa kepemilikan tanaman mangrove, di areal penanaman. Selanjutnya, usaha ini juga dilakukan untuk mempermudah pekerjaan, pada saat tahap penyiangan dan pemeliharaan, karena masyarakat bisa dengan mudah diajak bekerjasama. Hal ini karena mereka telah merasa memiliki mangrove yang mereka tanam.

6. Cara Penanaman

Mangrove ditanam di lahan yang telah disediakan dengan cara membuat lubang di dekat ajir-ajir, dengan ukuran lebih besar dari ukuran polibek dan dengan kedalaman dua kali lipat dari panjang polibek. Bibit ditanam secara tegak ke dalam lubang yang telah disediakan dengan cara melepaskan bibit dari polibek secara hati-hati, dan jangan sampai merusak akarnya. Sela-sela lubang di sekeliling bibit, ditimbuni dengan tanah. Bibit yang telah ditanam, batangnya diikat dengan ajir-ajir, supaya tidak mudah rebah bila terjadi air pasang.

6.5. PEMELIHARAAN DAN MONITORING
Pekerjaan pemeliharaan dan monitoring merupakan pekerjaan penyempurnaan dari keempat tahap di atas karena pekerjaan pemeliharaan dan penjagaan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam diharapkan akan memiliki kelulushidupan yang maksimal sehingga program konservasi penanaman mangrove dapat berhasil dengan baik. Kegiatan ini terdiri dari kegiatan penyiangan, penanganan gangguan hama, penanggulangan terhadap kerusakan dan pengukuran pertumbuhan.

6.5.1. Penyiangan dan Penyulaman
Penyiangan dilakukan apabila kelulushidupan bibit – bibit mangrove yang telah ditanam, terus menerus mengalami penurunan. Penyiangan dilakukan dengan penyulaman yaitu mengganti bibit-bibit mangrove yang telah mati dengan bibit-bibit mangrove yang baru. Selain itu, juga dilakukan penebasan terhadap tumbuhan liar yang tumbuh di sekitar mangrove untuk mengurangi persaingan sehingga bibit-bibit mangrove yang telah ditanam bisa tumbuh dengan baik

Tiga bulan setelah penanaman, dilaksanakan pemeriksaan lapangan untuk mengetahui tingkat pertumbuhan tanaman. Apabila ada tanaman yang mati, harus segera dilaksanakan penyulaman dengan tanaman baru.

Pada lokasi penanaman yang agak tinggi atau frekuensi genangan air pasang kurang, perlu mendapat perhatian lebih intensif dalam pemeliharaannya. Hal ini disebabkan pada lokasi tersebut cepat ditumbuhi kembali oleh jenis pakis-pakisan. Jadi, apabila kelihatan tumbuhan pakis mengganggu pertumbuhan anakan, perlu segera diadakan penebasan kembali. Kegiatan penyiangan dan penyulaman ini dilakukan sampai tanaman berumur 5 tahun.

6.5.2. Penjarangan
Kegiatan penjarangan diperlukan untuk memberi ruang tumbuh yang ideal bagi tanaman yaitu agar pertumbuhan tanaman dapat meningkat dan pohon-pohon yang tumbuh bisa sehat dan baik. Hasil penjarangan ini dapat dimanfaatkan untuk bahan baku arang, industri chip/kertas, kayu bakar bahkan untuk makanan kambing.

6.5.3. Perlindungan Tanaman

Mangrove dalam pertumbuhannya mempunyai masa-masa kritis. Oleh karena itu perlindungan tanaman mangrove dan hama yang merusak, mulai dari pembibitan hingga mencapai anakan, perlu dilakukan agar pertumbuhannya dapat berlangsung dengan baik.

Sampai dengan usia pembibitan satu tahun, batang mangrove sangat disukai oleh serangga atau ketam/kepiting. Menurut pengalaman, 60-70% mangrove akan mati sebelum berusia 1 tahun karena digerogoti serangga atau ketam/kepiting. Di berbagai tempat, seperti di Trimulyo Semarang, terkadang ditemukan juga kambing yang memangsa bibit-bibit yang baru saja ditanam.

Untuk mengatasi hama, bisa dilakukan dengan beberapa cara. Buah Rhizophora spp, Bruguiera spp atau Ceriops spp yang akan digunakan sebagai bibit, dipilih yang telah cukup matang. Tanda-tanda kematangan buah ditunjukkan oleh keluarnya buah dari tangkai. Buah kemudian disimpan di tempat yang teduh, ditutup dengan karung goni setengah basah selama 5-7 hari. Penyimpanan selama itu dimaksudkan untuk menghilangkan bau/aroma buah segar yang dimiliki buah yang sangat disenangi oleh serangga, gastropoda dan kepiting. Setelah itu, mangrove siap untuk disemai pada polibek.

Serangga tidak suka menempel pada daun yang terdapat garam. Karena itu, biasanya dilakukan penyemprotan air laut secara periodik (sekali seminggu selama 8 minggu) dengan alat semprotan pertanian untuk mencegah parasit berkembang biak. Masing-masing pohon hanya memerlukan 2-3 menit penyemprotan. Sehubungan dengan suplai air laut untuk penyemprotan, akan lebih efisien, bila dilakukan saat pasang.

Hama lain yang juga sering menyerang tanaman mangrove pada usia muda adalah kutu loncat. Serangga hama ini dicirikan oleh warna daun tanaman menjadi kuning, kemudian rontok dan tanaman mati. Bila serangan hama ini terjadi, sebaiknya tanaman yang terserang dimusnahkan saja, agar menghambat penyebarannya pada tanaman lain. Sementara itu, untuk serangan kambing, dilakukan dengan cara negosiasi dan sosialisasi program rehabilitasi mangrove kita dengan penggembala setempat, dan himbauan agar tidak menggembalakan kambing di sekitar lokasi tapak.

Selama masa paska penanaman, sering terjadi kerusakan yang diakibatkan oleh tanah lunak, angin kencang, ombak tinggi, arus air keras, minyak, sampah dan lumut laut. Untuk menanggulangi tanah lunak, angin kencang, ombak tinggi, arus air keras yang berakibat pada robohnya bibit sehingga hanyut dilakukan dengan menancapkan kembali ajir yang roboh dan mengikatnya dengan tali ke tanaman yang roboh.

6.5.4. Metode Pengukuran Pertumbuhan

Pengukuran pertumbuhan dilakukan dengan mengukur pertambahan tinggi atau panjang plumula, jumlah daun yang mekar, jumlah pasangan daun dan jumlah cabang. Pengukuran ini diadakan untuk mengetahui dan meneliti seberapa besar kelulushidupan bibit-bibit mangrove yang telah ditanam. Pengukuran dilakukan dalam rentang waktu tiga bulan sekali dengan melibatkan mahasiswa dan masyarakat sekitar lokasi penanaman.

Pada bulan pertama belum dilakukan pengukuran pertumbuhan terhadap bibit-bibit mangrove yang hidup. Pengukuran pertumbuhan baru akan dimulai setelah bibit berumur tiga bulan (untuk mengetahui tingkat pertumbuhan bibit mangrove). Bagian tanaman mangrove yang tumbuh dan berkembang bernama plumula atau pucuk daun muda. Bagian tanaman mangrove inilah yang menjadi indikator pertumbuhan walaupun ada daun bibit mangrovenya telah layu dan kering.

6.5.5. Pekerjaan Lain-lain
Kerjasama dengan lembaga penelitian lain atau instansi lainnya bisa dilakukan apabila terjadi hasil penanaman yang tidak maksimal, untuk memperoleh rekomendasi terhadap tata cara penanggulangan dampak yang diperoleh dari saran dan pengalaman tentang penanaman bibit mangrove yang diadakan di daerah lain.

SUMBER ACUAN

Bengen, D. G. dan Adrianto. 2001. Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove. Pusat Kajian Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

KeSEMaT dan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kota Semarang. 2007. Laporan Akhir Konservasi dan Pemulihan Kualitas Lingkungan. KeSEMaT dan Dinas Kelautan dan Perikanan Pemerintah Kota Semarang. Semarang.

Kitamura, S. 1997. Handbook of Mangroves in Indonesia. Bali and Lombok. ISME and JICA. Bali.

Nontji, A. 1987. Laut Nusantara (Marine Nusantara). Djambatan. Jakarta, Indonesia.

Rusila Noor, Y., M. Khazali, I. N. N. Suryadiputra. 1999. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. PKA/WI-IP. Bogor.

Saenger, P., E. J. Hegerl & J. D. S. Davie. 1983. Global Status of Mangroves Ecosystems. IUCN Commission on Ecology Papers No. 3.

Samingan, M. T. 1980. Notes on The Vegetation of The Tidal Areas of South Sumatra, Indonesia, with Special Reference to Karang Agung dalam International Social Tripocal Ecology. Kuala Lumpur.

Taniguchi, K., S. Takashima, O. Suko. 1999. Manual Silvikultur Mangrove Untuk Bali dan Lombok. Departemen Kehutanan dan Perkebunan Republik Indonesia and Japan International Cooperation Agency. Bali.

Tomlinson, P. B. 1986. The Botany of Mangroves. Cambridge University Press, Cambridge. U. K.

Wightman, G. M. 1989. Mangroves of The Northern Territory. Northern Territory Botanical Bulletin No. 7. conservation Commission of The Northern Territtory, Palmerston, N. T., Australia.

KeSEMaTBLOG http://kesemat.blogspot.com

Website TUMOUTOU http://tumoutou.net

Tinggalkan komentar